JALAN SANTAI JAM'IYATUL UMMAHAT


Ahad (28/12/2008) halaman MTs. Attaqwa 03 Babelan Bekasi tidak seperti biasanya, halaman yang pada hari-hari libur seperti ini biasanya diramaikan oleh kegiatan eksul siswa-siswi MTs dan MA Attaqwa yang terletak di Jalan Raya Pasar Babelan itu. sejak pukul 06.00 WIB mulai dibajiri oleh ibu-ibu berseragam olahraga orange hitam, mereka datang berkelompok dengan panji dan atribut masing-masing.Tak heran jika kemudian halaman sekolah berubah menjadi lautan manusia dan berubah warna menjadi orange.

JELANG TAHUN BARU
Dalam rangka menyambut Tahun Baru 1 Muharrom 1430 Hijriyah yang jatuh pada Senin tanggal 29 Desember 2008, Majelis Ta'lim Kaum Ibu Jam'iyatul Ummahat yang diasuh oleh Ustzh. Hj. Ai heryati, pagi itu melaksanakan kegiatan jalan santai yang diikuti oleh ibu-ibu majelis ta'lim yang menjadi binaan Uastadzah kondang ini.

Acara didahului dengan upacara pelepasan, Hadir Dalam kesempatan itu Ketua Yayasan Attaqwa 14 Babelan; H. Moh. Shiddiq, Camat Babelan; Syihabuddin AQ, SH, Kepala MTs. Attaqwa 03; H. Moh. Yusuf Alwy, S.Pd.I, Kepala Desa Babelan Kota; Nasir Alamsyah, unsur Muspika dan Tokoh ulama dan masyarakat. Dalam sambutan pelepasan peserta, camat Syihabuddin menuturkan bahwa ini merupakan kegiatan positif yang harus didukung oleh semua lapisan masyarakat dan terus dilaksanakan setiap tahun. Dalam kesempatan lain Ustzh. Hj. Ai Heryati mengungkapkan bahwa tujuan acara jalan santai ini adalah untuk meningkatkan Syi'ar Islam.
Jalan santai yang diikuti lebih dari 1000 peserta ini, menempuh jarak 2 km dengan rute mengitari jalan utama Kecamatan Babelan. rute ini sengaja ditempuh agar semua peserta mampu melintasinya, maklum saja; peserta jalan santai ini tidak hanya diikuti oleh ibu-ibu muda, tapi juga oleh ibu-ibu yang berusia lanjut. Iring-iringan peserta didahului oleh pasukan pramuka siswa-siswi MTs. Attaqwa 03 diikuti pasukan Drumband. Kemeriahan sangat terasa ketika kelompok-kelompok peserta memainkan alat musik Qosidah (Rebana), melantumkan Sholawat dan lagu-lagu islami, tak heran jika acara ini menyedot perhatian warga masyarakat yang dilintasi peserta jalan santai, antusiasme masyarakat untuk menyaksikan acara ini terlihat dari kerumunan masa disepanjang lintasan yang dilalui.
Setelah semua peserta mencapai finish, peserta dihibur dengan alunan musik islami yang dilanjutkan dengan pemberian dooprize kepada peserta. Tak kurang 142 buah hadiah yang disediakan panitia untuk dibagikan kepada peserta, mulai dari jilbab, tas, jam dinding, payung, setrika, kipas angin, magic com, kompor gas, dispenser, handphone dan televisi, sebelum memulai pemberian doorprize panitia mengajak kepada seluruh peserta untuk ikhlas dan berdo'a semoga hadiah-hadiah ini jatuh kepada orang-orang yang sangat membutuhkan.
Acara ditutup dengan pemberian anugerah UMROH bagi guru mengaji, pada tahun ini ticket UMROH dipersembahkan kepada Ustadzah Rofi'ah Adam.






MENULIS ARTIKEL DAN KARYA ILMIAH

Oleh: Prof. Dr. H. Endang Komara, Drs., M.Si dan Drs. H. Subarkah, M.Pd

I. Abstrak

Artikel merupakan sebuah karangan faktual (non fiksi), tentang suatu masalah secara lengkap yang panjangnya tidak ditentukan, untuk dimuat di surat kabar, majalah, bulletin dan sebagainya dengan tujuan untuk menyampaikan gagasan dan fakta guna meyakinkan, mendidik, menawarkan pemecahan suatu masalah, atau menghibur. Artikel termasuk termasuk tulisan kategori views (pandangan), yaitu tulisan yang berisi pandangan, ide, opini, penilaian penulisannya tentang suatu masalah atau peristiwa. Sedang karya ilmiah adalah berbagai macam tulisan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok dengan menggunakan tata cara ilmiah yakni sistem penulisan yang didasarkan pada sistem, masalah, tujuan, teori dan data untuk memberikan alternatif pemecahan masalah tertentu.


II. Pendahuluan

Menulis artikel dan karya ilmiah, kini bukan lagi sekedar hobi tetapi sudah menjadi kebutuhan bagi kaum intelektual, terutama mereka yang menduduki jabatan fungsional, seperti guru, dosen, peneliti, dan sebagainya. Bagi mereka, menulis artikel di media massa, dan karya ilmiah pada jurnal penelitian, merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan angka kredit untuk menaikan jenjang jabatan fungsionalnya. Bagi mahasiswa, menulis karya ilmiah merupakan kewajiban, sebelum mereka menyelesaikan masa studinya dan diwisuda menjadi seorang sarjana.

Namun demikian menulis artikel atau karya ilmiah tidaklah semudah membuat karangan biasa. Ide-ide atau gagasan-gagasan yang ada dalam benak kita, tidak bisa begitu saja kita tuangkan menjadi suatu tulisan artikel atau karya ilmiah. Karena untuk menjadi artikel atau karya ilmiah, apalagi yang dipublikasikan melalui media cetak, ide atau gagasan itu, terlebih dulu harus disesuaikan dengan visi dan misi media cetak yang akan memuatnya, atau harus mematuhi kaidah-kaidah ilmiah dalam prosedur karya tulis ilmiah. Inilah kendala yang selama ini dihadapi oleh para dosen, guru, peneliti dan pejabat fungsional lainnya. Ditambah lagi belum banyak buku panduan atau contoh tulisan yang dapat mereka jadikan rujukan.

Menulis artikel pada media massa, dan karya ilmiah pada jurnal ilmiah bagi para guru, dosen, peneliti, mahasiswa dan siapa saja yang berkecimpung di dunia ilmu pengetahuan, memang sangat penting dan dibutuhkan. Ini karena, dengan menulis artikel dan karya ilmiah, mereka akan terus berlatih untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang timbul baik dalam kancah keilmuan, maupun permasalahan sosial yang dihadapi pada kehidupan sosial sehari-hari. Dengan upaya memecahkan permasalahan itulah, daya pikir para guru, dosen, peneliti maupun mahasiswa terus terasah, sementara pemikiran kritis mereka semakin tajam. Ini sangat diperlukan bagi kalangan intelektual untuk terus mengembangkan ilmu pengetahuan.

Sebenarnya, seiring dengan menjamurnya bisnis media cetak, kesempatan untuk menulis artikel terbuka semakin lebar. Inilah lahan subur bagi guru, dosen, peneliti, dan sebagainya, untuk berkarya memenuhi angka kredit bagi jenjang jabatan fungsionalnya. Jika karya tulisnya dimuat, selain karya tulisnya memperoleh angka kredit (credit point), juga mendapat honorium dari surat kabar atau majalah yang memuatnya. Ini merupakan penghargaan tambahan yang punya nilai tersendiri. Sayangnya tidak semua artikel bisa menembus media massa. Karena selain gaya penulisan yang harus komunikatif, artikelnya pun harus sesuai dengan misi, visi dan policy media cetak tersebut.

Tulisan ini mencoba untuk memberi bekal, terutama bagi para dosen, guru, peneliti dan mahasiswa untuk lebih mengerti dan memahami tentang jenis-jenis artikel, kegunaannya, tata cara penulisan dan yang lebih penting bagaimana memahami policy redaktur media massa, sehingga tulisan artikelnya menjadi layak muat. Ini sangat penting mengingat kebanyakan penulis artikel gagal dimuat hanya karena tulisannya tidak sesuai dengan policy redaktur surat kabar atau majalah yang ditujunya.

Demikian juga dengan penulisan karya ilmiah. Banyak para guru, dosen, peneliti yang jenjang jabatan fungsionalnya menjadi macet gara-gara tidak memenuhi KUM, misal jabatan fungsional dosen dari tenaga pengajar ke asisten ahli, lektor, lektor kepala dan guru besar dari unsur penulisan karya ilmiah, terutama dari hasil penelitian memerlukan ketekunan dan kejelian tersendiri, serta panduan orang-orang yang memang sudah sering melakukannya.

Bagi mahasiswa, terutama dalam menyelesaikan tugasnya, baik tugas akhir mata kuliah maupun karya dalam mengakhiri studinya seperti skripsi, tesis maupun disertasi. Baik dalam etika penulisannya (aspek metodologi penelitian) maupun pemaparan urgensi masalahnya (teori yang dijadikan acuan pembahasan).


III. Pembahasan

1. Artikel

Artikel dalam bahasa Inggris ditulis “article”, sedang menurut kamus lengkap Inggris-Indonesia karangan Prof. Drs. S. Wojowasito dan W.J.S. Poerwodarminto, article berarti “karangan”. Sedangkan “artikel” dalam bahasa Indonesia, menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia berarti karangan di surat kabar, majalah dan sebagainya.

Dalam lingkup jurnalistik, para pakar komunikasi menerjemahkan artikel, berdasarkan sudut pandang masing-masing. Menurut R. Amak Syarifudin (Djuroto dan Bambang, 2003:3-4), artikel adalah suatu tulisan tentang berbagai alat, mulai politik, sosial, ekonomi, budaya, teknologi, olah raga dan lain-lain. Misalnya tulisan mengenai kehidupan kewanitaaan, pemuda, sejarah, film, drama dan sebagainya. Tulisan semacam ini tidak terikat gaya bahasa maupun format tulisan. Tetapi untuk mendapatkan audience-nya, penulis artikel harus pandai mengungkapkan gaya tulisannya, agar tidak membosankan. Penulisan artikel di media massa (surat kabar atau majalah), tidak harus dilakukan oleh wartawannya sendiri, orang luar pun bisa menyumbangkan artikelnya. Dalam prakteknya penulisan artikel pada surat kabar atau majalah kebanyakan dari luar. Sedang menurut Tjuk Swarsono bahwa artikel adalah karangan yang menampung gagasan dan opini penulis, bisa berupa gagasan murni atau memungut dari sumber lain, referensi, perpustakaan, pernyataan orang dan sebagainya. Artikel mengharuskan penulis mencantumkan namanya secara lengkap (by name), sebagai tanggung jawab atas kebenaran tulisannya. Juga Asep Syamsul M. Romli menyebut artikel sebagai subuah karangan faktual (non fiksi), tentang suatu masalah secara lengkap, yang panjangnya tidak ditentukan, untuk dimuat disurat kabar, majalah, bulletin dan sebagainya, dengan tujuan untuk menyampaikan gagasan dan fakta guna meyakinkan, mendidik, menawarkan pemecahan suatu masalah, atau menghibur. Artikel termasuk tulisan ketegori views (pandangan), yaitu tulisan yang berisi pandangan, ide, opini, penilaian penulisnya tentang suatu masalah atau peristiwa.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa semua tulisan di surat kabar atau majalah yang bukan berbentuk berita, bisa disebut artikel. Yang membedakan salah satunya adalah pemuatan artikel tersebut. Jika artikel itu dimuat pada halaman opini, disebut artikel umum. Bila diletakkan di halaman seni dan hiburan dikatakan esai, dan jika dimuat di kolom khusus redaksi, diberi nama tajuk rencana dan sebagainya.

Menulis artikel berbeda dengan menulis berita. Kalau berita, apa yang ditulisnya itu harus berdasarkan fakta atas kejadian atau peristiwa yang terjadi. Boleh juga penulisan berita ditambah dengan interpretasi, sepanjang itu diperuntukkan bagi penjelasan fakta. Tetapi menulis berita, sama sekali tidak diperbolehkan memasukkan opini. Untuk mewadahi penyampaian opini masyarakat pada surat kabar atau majalah, disediakan kolom khusus yaitu halaman opini (opinion page).

Lantas apakah penulisan artikel harus full opinion? Jawabnya tidak juga. Menulis artikel boleh dimulai dengan pemaparan fakta sebagai data dari apa yang akan ditulisnya. Dari data yang ada itulah penulis bisa memberikan pendapat, pandangan, gagasan, atau bahkan interpretasi dari fakta yang ada pada data tersebut. Agar tidak dibingungkan oleh istilah fakta, interpretasi dan opini, berikut perbedaan ketiga istilah tersebut.

Fakta adalah kenyataan yang ada sesuai dengan data yang sebenarnya. Fakta bukan buah pikiran atau pernyataan. Namun demikian, buah pikiran atau pernyataan bisa menjadi fakta asalkan dilatarbelakangi oleh peristiwa yang sebenarnya. Ini disebut dengan fact in idea. Contoh Majelis Ulama Indonesia menyatakan. Bahwa bumbu masak Ajinomoto adalah haram. Pernyataan ini didasarkan pada penelitian mereka, yang menemukan bahan baku pembuatan Ajinomoto terakumulasi lemak babi (kasus Ajinomoto 2000). Penjelasan MUI tersebut meskipun merupakan pernyataan, bisa dianggap sebagai fakta karena pernyataan itu dilandasi dari hasil suatu penelitian.

Interpretasi adalah hasil pemikiran berupa penafsiran, pengertian atau pemahaman. Boleh jadi penafsiran, pemikiran atau pemahaman seseorang dengan orang lain akan berbeda. Contoh: Presiden Abdurrahman Wahid, ternyata menyatakan bumbu masak Ajinomoto adalah halal. Meurutnya, lemak babi yang digunakan pada proses pembuatan Ajinomoto tidak menyentuh langsung bahan baku bumbu masak tersebut. Lemak babi hanya berfungsi memisahkan sel-sel pada tetes tebu sebagai bahan baku utama, sehingga tidak langsung menyentuh apalagi bercampur dengan bahan baku Ajinomoto tersebut.

Opini adalah pendapat atau pandangan seseorang atau kelompok terhadap masalah atau peristiwa yang terjadi. Contoh pada kasus Ajinomoto tersebut, muncul berbagai pendapat (opini) yang di antaranya menyatakan, bahwa Presiden Abdurarrahman Wahid meng-halal-kan Ajinomoto tersebut karena khawatir kehilangan investasi dari Jepang yang menanamkan modalnya pada perusahaan Ajinomoto tersebut. Dan banyak lagi contoh opini lainnya.

Kesimpulannya, menulis berita bida gabungan antara fakta dan interpretasi. Sedangkan ertikel bisa terdiri dari ketiganya, yaitu fakta, interpretasi, dan opini. Penulisan artikel berbeda dengan komentar. Jika komentar tulisannya terfokus untuk menanggapi, atau mengomentari nuansa atau fenomena dari suatu permasalahan yang terjadi. Sedangkan artikel, penulisannya tidak sekadar mengomentari masalah, tetapi bisa juga mengajukan pandangan, pendapat atau pemikiran lain, baik yang sudah banyak diketahui masyarakat maupun yang belum diketahui.
Kegunaan artikel bagi penerbit surat kabar atau majalah adalah untuk membedakan pemuatan antara berita (fakta) dan opini. Hampir semua penerbitan surat kabar menyediakan satu halaman. Khusus untuk artikel yang disebut opinion page. Halaman ini memberi kesempatan kepada khalayak pembacanya untuk menyampaikan pendapatnya (opini). Bagi penerbit media massa pengiriman artikel oleh pembacanya, merupakan bukti umpan balik bagi penerbitannya.

Bagi pembaca surat kabar atau majalah, halam artikel atau opinion page, dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan pandangan, gagasan serta argumentasi dari berita-berita atau situasi yang terjadi dan terekam dalam banaknya. Artikel tidak sekadar sebagai penyampaian tanggapan atas suatu peristiwa yang termuat dalam suatu penerbitan surat kabar atau majalah, tetapi juga untuk kepentingan penulisannya sendiri. Bagi pegawai negeri atau karyawan swasta yang mempunyai jabatan fungsional seperti peneliti, dosen, guru dan sebagainya, artikel di media massa digunakan untuk memenuhi angka kredit bagi kenaikan jabatannya. Kenaikan jabatan fungsional bagi pegawai negeri atau perusahaan swasta, salah satu persyaratannya adalah dengan menulis artikel di media massa.

Dalam menulis artikel, memilih judul memerlukan perhatian khusus. Jika judul itu pas dan menarik, redaktur media massa tertarik pula untuk memuatnya. Itulah sebabnya memilih judul dalam penulisan artikel, memerlukan pemikiran, pertimbangan dan penyesuian secara khusus. Ada sebagian penulis yang menentukan judul artikelnya pada akhir dari proses penulisannya. Artinya, setelah semua permasalahan diungkapkan dalam bentuk artikel, baru ia menentukan judulnya. Tetapi ada juga justru sebaliknya, judul ditentukan terlebih dulu baru menulis isinya.

Pengalaman saya sebagai penulis, yang pertama dilakukan adalah menentukan topik lebih dulu, kemudian mencari literatur, mengungkapkan permasalahan, baru memilih judul yang tepat. Karena kadang-kadang, dari isi tulisan itulah justru muncul kata-kata yang tepat untuk sebuah judul. Judul sebuah artikel sebaiknya memenuhi kriteria berikut: (1) atraktif dan baru. Artinya judul itu harus bersifat atraktif dan belum pernah dipakai oleh penulis lain. Sebaiknya judul dikaitkan dengan permasalahan inti dari artikel tersebut. Ini akan menarik dan mengundang rasa ingin tahu baik dari pembaca maupun oleh redaktur media massa; (2) tidak panjang. Membuat judul artikel jangan terlalu panjang, sebaiknya terdiri dari subjek dan predikat saja. Apabila ingin judul yang panjang, buatlah judul utama dan sub judul. Judul yang terlalu panjang, selain tidak menarik, juga menghabiskan kolom pada surat kabar, hal ini justru dihindari oleh redaktur media massa; (3) punya relevansi. Judul harus memiliki relevansi dengan isi artikel, sekaligus mencerminkan gagasan sentralnya. Artinya, jika artikel yang ditulis itu tentang dampak ekonomi, maka judulnya jangan berisi masalah ekonomi. Harusnya tentang dampak yang timbul dari gejolak ekonomi yang muncul.

Redaktur media massa biasanya mengelompokkan artikel, menjadi beberapa jenis berdasarkan sudut pandang penulis, dalam memaparkan ide atau gagasannya. Pengelompokan ini oleh redaktur dipakai untuk memudahkan penempatan pemuatannya, pada halam yang sesuai dengan misi dan visi penerbitannya. Ada lima jenis artikel antara lain: (1) eksploratif. Artikel eksploratif adalah artikel yang mengungkapkan fakta berdasarkan kajian penulisnya. Jenis ini cocok untuk menguraikan penemuan baru, misalnya seorang menemukan benda antik peninggalan zaman purba. Penulis artikel kemudian menelusuri sejarah barang yang ditemukan itu dan menguraikannya melalui suatu tulisan artikel. Tulisan ini menurut redaksi dikelompokkan dalam jenis artikel eksploratif; (2) eksplanatif, artinya menerangkan. Artikel eksplanatif adalah artikel yang isinya memnerangkan sesuatu untuk dapat dipahami pembaca. Misalnya ketika Presiden Gusdur berkeinginan membubarkan parlemen (DPR) dengan sebutan dekrit presiden, mengundang berbagai tanggapan dari pengamat. Penulis artikel yang jeli, membuat artikel dengan menerangkan apa sih sebenarnya dekrit presiden itu, bagaimana caranya dan sebagainya. Jika ada artikel seperti ini disebut artikel ekplanatif; (3) deskriptif, adalah artikel yang menggambarkan suatu permasalahan yang terjadi di tengah masyarakat, sehingga dapat mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Jenis artikel ini mirip dengan laporan atau reportase, bedanya jika laporan atau reportase hanya berdasarkan fakta saja, tetapi artikel, penulisnya bisa memasukan opini untuk memperjelas masalah yang digambarkan itu. Misalnya, ketika terjadi bentrok antara mahasiswa dengan aparat keamanan dalam peristiwa Semanggi di Jakarta, seorang penulis yang kebetulan melihat secara langsung dalam peristiwa itu lantas menggambarkan keadaan yang sesungguhnya dari peristiwa itu, dalam satu bentuk artikel; (4) prediktif, adalah artikel yang berisi perhitungan atau ramalan apa yang bakal terjadi di kemudian hari berdasarkan perhitungan penulisnya. Misal, ketika Bank Indonesia memutuskan suku bunga deposito, seorang pengamat ekonomi memperkirakan atau memprediksikan kelak kemudian hari bakal banyak deposan (orang yang mempunyai simpanan deposito) memindahlan uangnya ke luar negeri. Akibatnya modal dalam negeri banyak yang parkir di luar negeri. Arikel ini disebut artikel prediktif; (5) preskriptif, adalah artikel yang memberikan tuntunan kepada pembacanya untuk melakukan sesuatu sehingga tidak mengalami kekeliruan atau kesalahan. Misalnya artikel bagaimana caranya mengurus paspor, KTP atau SIM tanpa melalui perantara. Penjelasan detail yang sifatnya menuntun pembaca, sangat diperlukan.



2. Karya Ilmiah

Menurut Dr. H. Endang Danial AR., M.Pd. (2001:4) bahwa karya ilmiah adalah berbagai macam tulisan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok dengan menggunakan tata cara ilmiah. Tata cara ilmiah adalah suatu sistem penulisan yang didasarkan pada sistem, masalah, tujuan, teori dan data untuk memberikan alternatif pemecahan masalah tertentu. Sedangkan Djuroto dan Bambang (2003:12-13) bahwa karya tulis ilmiah adalah suatu tulisan yang membahas suatu masalah. Pembahasan itu dilakukan berdasarkan penyelidikan, pengamatan, pengumpulan data yang didapat dari suatu penelitian, baik penelitian lapangan, tes laboratorium ataupun kajian pustaka. Maka dalam memaparkan dan menganalisis datanya harus berdasarkan pemikiran ilmiah. Pemikiran ilmiah adalah pemikiran yang logis dan empiris. Logis artinya masuk akal, sedangkan empiris adalah dibahas secara mendalam, berdasarkan fakta yang dapat dipertanggung jawabkan (dapat dibuktikan).

Pemikiran ilmiah pada lingkup keilmuan, terdiri dari dua tingkatan yaitu, tingkat abstrak dan tingkat empiris. Pemikiran ilmiah tingkat abstrak berkaitan dengan penalaran. Pada tingkatan ini, pemikirannya bebas tetapi sedikit terikat dengan waktu atau ruangan. Sedangkan pemikiran empiris berkaitan dengan pengamatan. Kerena berkaitan dengan pengamatan, maka pemikiran empiris ini sangat terkait dengan waktu dan ruangan. Boleh jadi pemikiran empiris ini dilakukan dalam waktu dan ruangan tertentu.

Dalam proses pemikiran ilmiah seseorang selalu memulai dengan apa yang disebut pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah, merupakan gabungan dari dua pendekatan yaitu pendekatan induktif dan pendekatan deduktif. Pemahaman terhadap pendekatan induktif dan deduktif ini perlu dilakukan secara bersama, karena hasil yang dicapai dari kedua pendekatan itu berbeda.

Pendekatan induktif adalah pengalaman atau pengamatan seseorang pada tingkat empiris, menghasilkan konsep, memodifikasi model hipotesis menjadi teori, dan bermuara di tingkat abstrak. Pendekatan deduktif merupakan titik tolak penalaran serta perenungan di tingkat abstrak, yang menghasilkan pengukuran konsep serta pengujian hipotesis.

Karya tulis ilmiah merupakan serangkaian kegiatan penulisan berdasarkan hasil penelitian, yang sistematis berdasar pada metode ilmiah, untuk mendapatkan jawaban secara ilmiah terhadap permasalahan yang muncul sebelumnya. Banyak cara untuk menemukan jawaban dari penelitian tersebut. Untuk memperjelas jawaban ilmiah terhadap permasalahan atau pertanyaan yang ada dalam penelitian, penulisan karya ilmiah harus menggali khazanah pustaka, guna melengkapi teori-teori atau konsep-konsep yang relevan dengan permasalahan yang ingin dijawabnya. Untuk itu penulisan karya ilmiah harus rajin dan teliti dalam hal membaca dan mencatat konsep-konsep serta teori-teori yang mendukung karya tulis ilmiahnya.

Dalam memberikan jawaban terhadap permasalahan yang timbul pada suatu penelitian, penulisan karya ilmiah harus bisa membuktikan melalui dua cara. Pertama, jawaban itu merupakan jawaban final terhadap permasalahan penelitian. Kedua, jawaban tersebut harus menjadi jawaban yang paling benar, meskipun masih akan dibuktikan lagi pada tahap lainnya. Jawaban pertama erupakan konklusi yang nantinya sangat diperlukan sebagai suatu thesis. Sedangkan jawaban kedua, merupakan konklusi sementara yang nantinya diperlukan sebagai hipotesis.

Meskipun jawaban penelitian tersebut sudah didapatkan, penulisan karya ilmiah masih harus membuktikan, apakah jawaban tersebut memang bisa dirasakan kebenarannya. Untuk itu diperlukan sumber informasi lainnya yang mendukung jawaban yang telah didapatkan. Jawaban permasalahan yang ada pada penelitian, bisa mendukung dan juga bisa menolak hipotesis yang ada. Jika jawaban itu mendukung hipotesis maka bisa dikatakan hipotesis diterima, tetapi jika jawabannya tidak mendukung hipotesis, maka disebut hipotesis dalam penelitian ini ditolak.

Dengan demikian, penulisan karya ilmiah, hanya bisa dilakukan sesudah timbul suatu masalah, yang kemudian dibahas (dijawab) melalui kegiatan penelitian. Karena berdasarkan hasil penelitian, maka pada akhirnya penulisan karya ilmiah, selalu dikemukakan suatu kesimpulan dan rekomendasi. Kesimpulan dimaksudkan sebagai pemikiran terakhir dari proses telaah melalui penelitian, sedangkan rekomendasi diperuntukkan bagi langkah selanjutnya dalam menyelesaikan permasalahan yang ditimbulkan.

Kesimpulan atau temuan penelitian, tidak selalu berupa sesuatu halyang baru. Bisa jadi kesimpulan atau temuan dari hasil penelitian itu, merupakan kelanjutan dari kesimpulan atau temuan pada penelitian yang dilakukan sebelumnya. Karena penelitian merupakan suatu proses, maka hasil penelitian itu tidak bisa dikatakan baik atau jelek. Jadi jika ada seseorang menyebut bahwa hasil penelitiannya itu baik atau tidak baik, atau juga menyebut benar atau tidak benar, maka sebutan itu tidak tepat. Yang tepat, sebutan untuk hasil penelitian adalah ukuran signifikansinya (significance) atau meyakinkan.

Pada dasarnya semua ilmu ataupun teknologi yang ada di dunia ini, perlu diteliti, ditingkatkan dan dikembangkan fungsi dan peranannya untuk melahirkan perubahan. Karena yang kekal di dunia ini hanya satu, yaitu perubahan. Perubahan yang positif melahirkan kemajuan dan kemajuan inilah yang dituntut oleh ilmu pengetahuan. Tanpa kemajuan, kehidupan di dunia tidak ada artinya sama sekali.

Salah satu cara untuk mencapai kemajuan adalah dengan melakukan pengamatan, pengkajian, dan penelitian dari sumber ilmu tersebut yang dituangkan dalam bentuk karya tulis ilmiah. Salah satu tugas para ilmuwan (scientists) atau para pandit (scolars) adalah memaparkan hasil kajian, pengamatan atau penelitiannya kepada masyarakat luas.

Penulisan karya ilmiah diharapkan dapat membantu para cendekiawan untuk menemukan sesuatu yang baru, guna menunjang peningkatan taraf kehidupan masyarakat secara luas. Pada lingkungan perguruan tinggi karya ilmiah berupa skripsi digunakan untuk meraih gelar sarjana (S1), tesis digunakan untuk magister (S2), dan disertasi untuk gelar doktor (S3). Sedangkan bagi pejabat fungsional, karya tulis ilmiah merupakan persyaratan untuk mendapatkan angka kredit bagi kenaikan jabatannya.

Sebenarnya kegunaan penulisan karya ilmiah bukan hanya sekadar untuk mendapatkan gelar atau memperoleh kredit pont untuk kenaikan jabatan, tetapi tujuan utama dibuatnya karya tulis ilmiah adalah untuk mendokumentasikan hasil-hasil penelitian yang berhasil mendapatkan atau membuktikan kebenaran ilmiah. Mungkin yang tidak sama adalah gradasi kebenaran ilmiah yang ingin atau berhasil dicapai oleh seseorang. Bagi seorang peneliti profesional, keuntungan yang paling besar dan berharga dari semua karyanya adalah jika ia menemukan kebenaran ilmiah yang kemudian dibukukan. Penemuan kebenaran ilmiah yang kemudian dibukukan dalam karya tulis ilmiah ini bertujuan adalah (1) pengakuan scientific objective untuk memperkaya khazanah ilmu pengetahuan, dengan pemaparan teori-teori baru yang sahih serta terandalkan, (2) pengakuan practicial objective guna membantu pemecahan problema praktisi yang mendesak.

Judul adalah kepala karya tulis ilmiah, sedangkan topik adalah pokok-pokok permasalahan yang akan dijadikan objek dalam penelitian sebagai bahan utama penulisan karya ilmiah. Jadi topik bisa diangkat menjadi judul, tetapi sebaliknya judul bukan merupakan topik bahasan. Judul dalam suatu karya tulis ilmiah adalah ciri atau identitas yang menjiwai seluruh karya tulis ilmiah. Judul pada hakikatnya merupakan gambaran konseptual dari kerangka kerja suatu karya tulis ilmiah. Itu sebabnya, dalam penulisan karya tulis ilmiah tidak bisa memaparkan begitu saja dari apa yang akan ditulis, tetapi harus runtut mengikuti kerangka kerja (framework) dari konsep yang akan dipaparkannya.

Judul merupakan kalimat yang terdiri dari kata-kata yang jelas, tidak kabur, singkat, tidak bertele-tele. Pemilihan kata-kata untuk judul sebaiknya saling terkait atau runtut, menggunakan kalimat yang tidak puitis apalagi sampai sensasional. Menurut Sutrisno Hadi (1980), judul mempunyai dua fungsi pokok dalam penulisan karya ilmiah. Bagi pembaca, judul menunjukkan hakikat dari objek penelitian yang dilakukan sebelumnya. Sedangkan bagi penulisnya, judul merupakan patokan dalam menyusun tulisannya.

Memilih judul untuk suatu karya tulis ilmiah tidak sebebas membuat judul pada penulisan artikel. Judul karya tulis ilmiah harus disesuaikan dengan topik bahasan yang sudah ditentukan sebelumnya. Jelasnya pada penulisan karya ilmiah tidak bisa langsung menulis baru menentukan judulnya. Ini karena penulisan karya ilmiah terkait dengan kegiatan ilmiah, sementara kegiatan ilmiah sudah dibuat desainnya terlebih dahulu, di mana judul termasuk di dalamnya.

Seperti halnya artikel, judul karya tulis ilmiah, sebaiknya tidak terlalu panjang dan jangan juga terlalu pendek. Jika judul terlalu panjang, orang yang membacanya akan kesulitan memahami apa sebenarnya yang ada dalam karya tulis ilmiah tersebut. Itu sebabnya judul yang panjang menjadi tidak menarik. Judul karya tulis ilmiah sebaiknya terdiri dari delapan sampai dua belas kata yang merupakan hubungan dua variabel atau lebih.

Pada prinsipnya semua karya tulis ilmiah itu sama yaitu hasil dari suatu kegiatan ilmiah. Yang membedakan hanyalah materi, susunan, tujuan serta panjang pendeknya karya tulis ilmiah tersebut. Untuk membedakan jenis atau macam karya tulis ilmiah dipakai beberapa sebutan, seperti laporan praktikum, naskah berkala, laporan hasil studi lapangan, texbook, hand out, paper, pra skripsi, tesis dan disertasi.

Penentuan jenis atau macam karya ilmiah biasanya disesuaikan dengan keperuntukan karya ilmiah tersebut. Secara garis besar, karya ilmiah diklasifikasikan menjadi dua, yaitu karya ilmiah pendidikan dan karya ilmiah penelitian. Karya ilmiah pendidikan digunakan sebagai tugas untuk meresume pelajaran, serta sebagai persyaratan mencapai suatu gelar pendidikan yang meliputi (1) paper (karya tulis) adalah karya ilmiah berisi ringksan atau resume dari suatu mata kuliah tertentu atau ringkasan dari suatu ceramah yang diberikan oleh dosen kepada mahasiswanya. Tujuannya melatih mahasiswa untuk mengambil intisari dari mata kuliah atau ceramah yang diajarkan. Karena baru tahap untuk latihan, materi tulisannya juga masih sederhana, yaitu hanya berupa catatan poin-poin yang dianggap penting dari mata kuliah atau ceramah tersebut, kemudian dirangkai dalam susunan kalimat menjadi suatu karya tulis agar mudah dimengerti dan dipahami; (2) skripsi adalah karya tulis ilmiah pendidikan yang digunakan sebagai persyaratan mendapatkan gelar sarjana (S1). Istilah skripsi berasal dari kalimat deskripsi (deskription) yang berarti memberikan gambaran tentang suatu masalah yang dibahas dengan memaparkan data serta pustaka untuk menghasilkan kesimpulan. Pembahasan dalam skripsi harus dilakuakn mengikuti pemikiran ilmiah yaitu logis dan empiris; (3) tesis adalah suatu karya ilmiah pendidikan yang diperuntukannya sebagai salah satu persyaratan bagi mahasiswa pascasarjana untuk mendapatkan gelar magister (S2). Istilah tesis berasal dari kata sinthesa (sinthation). Skripsi bertujuan mendeskripsikan ilmu, maka tesis bertujuan mensinthesakan ilmu yang diperoleh dari perguruan tinggi, guna memperluas khazanah ilmu yang didapatkan di bangku kuliah. Perluasan khazanah itu terutama berupa temuan baru hasil dari suatu penelitian. Itu sebabnya penulisan skripsi dan tesis harus berdasarkan hasil penelitian ilmiah; (4) disertasi (dissertation) adalah suatu karya tulis ilmiah yang mempunyai sumbert utamanya berupa penyelidikan laboratorium, atau penelitian lapangan. Jadi disertasi harus menghasilkan suatu temuan baru, baik dari ilmua soasial maupunilmu eksakta. Di kalangan perguruan tinggi, karya tulis ilmiah disertasi merupakan tugas akhir yang dibebankan kepada seorang mahasiswa dari perguruan tingginya untuk meraih gelar doktor. Itu sebabnya seorang doktor harus menemukan sesuatu yang dapat menunjang perkembangan ilmu pengetahuan.

Berbeda dengan penulisan skripsi atau tesis yang hanya bersumber dari data dan pustaka saja. Disertasi harus lebih lengkap lagi dengan tiga sumber sekaligus yaitu data lapangan, penelitian laboratorium serta kajian pustaka. Dalam mengungkapkan teori untuk memecahkan permasalahan, disertasi wajib menyatakan dalil-dalil atau teori-teori baru secara ilmiah yang diperolehnya, serta sanggahan terhadap teori lama dan sebagainya. Penemuan teori atau dalil baru inilah sebenarnya yang menunjukkan ciri khas suatu karya tulis ilmiah berupa disertasi.

Temuan baru atau teori baru yang dihasilakan oleh suatu disertasi dapat berasal dari disiplin ilmu arau spesialisasi dari penulisnya sendiri atau berasal dari disiplin ilmu lainnya yang dapat menunjang atau membenarkan dalil atau teori baru yang diungkapkannya. Itu sebabnya penulisan disertasi membutuhkan waktu yang panjang, karena harus dapat menemukan dalil atau teori baru.

Mahasiswa yang menulis disertasi disebut promovendus, dimana dalam pembuatan karya tulis ilmiah disertasinya itu di bawah bimbingan seorang atau beberapa orang guru besar (profesor) yang mempromotorinya. Para pembimbing inilah yang nantinya harus mempertahankan disertasi promovendus terhadap sanggahan yang akan diberikan oleh para penguji atau guru besar universitas di mana promosi seorang doktor itu dilaksanakan.

Karya ilmiah panduan, meliputi: (1) panduan pelajaran (texbook), untuk memberikan panduan (guidance) kepada mahasiswa, dosen atau masyarakat umum yang berminat membuat karya ilmiah, misalnya buku panduan penulisan skripsi, panduan membuat laporan praktek kerja (magang), panduan membuat laporan kuliah kerja lapangan, dan sebagainya; (2) buku pegangan (handbook), bertujuan memberikan petunjuk cara mengoperasionalkan suatu barang yang sudah ada, misalnya buku pegangan mengoperasionalkan pengisian data penelitian dalam komputer, petunjuk penggunaan peralatan laboratorium, petunjuk pembuatan pertanyaan (kuesioner); (3) buku pelajaran (diktat), yakni dibuat oleh guru, dosen atau guru besar untuk mata pelajaran atau mata kuliah yang diajarkannya.

Karya ilmiah referensi, meliputi: (1) kamus, berisi kata-kata yang mengandung arti yang sama, atau terjemahan kata dari dua bahasa atau lebih, misalnya kamus bahasa Inggris, bahasa Indonesia yang isinya memuat penjelasan lebih detail lagi dari suatu kata. Kamus juga bisa dikelompokkan kata-kata dalam lingkup tersendiri, misal kamus jurnalistik, kamus sosiologi, kamus antropologi, kamus ekonomi, kamus politik, kamus hukum dan sebagainya. Kamus-kamus tersebut biasanya dijadikan referensi bagi pelajar, mahasiswa dan juga masyarakat umum; (2) ensiklopedia adalah buku yang berisi berbagai keterangan atau uraian ringkas tentang cerita, ilmu pengetahuan yang disusun menurut abjad atau menurut lingkungan ilmu, misal ensiklopedia ilmu-ilmu sosial, ensiklopedia satwa Indonesia, ensiklopedia flora dan fauna Indonesia dan sebagainya.
Karya ilmiah penelitian, yang meliputi: (1) makalah seminar, yang terdiri atas naskah seminar dan naskah bersambung; (2) laporan hasil penelitian dan; (3) jurnal penelitian.


IV. Kesimpulan

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas maka dapat disimpulkan hal-hal berikut:

1. Karya ilmiah harus mengandung kebenaran ilmiah, yakni kebenaran yang tidak hanya didasarkan atas rasio, tetapi juga dapat dibuktikan secara empiris.

2. Prose berpikir ilmiah terdiri atas pengajuan masalah, perumusan hipotesis dan verifikasi data. Sedangkan hasilnya (hasil berpikir ilmiah) disajikan dan ditulis secara sistematis menurut aturan metode ilmiah.

3. Karya ilmiah biasanya ditampilkan dalam bentuk makalah ilmiah, skripsi, tesis, disertasi dan hasil penelitian. Penelitian ilmiah lebih ditujukan untuk pengembangan ilmu dan menguji kebenaran ilmu. Sedangkan makalah ilmiah dapat juga dibuat para mahasiswa di perguruan tinggi dalam rangka penyelesaian studinya. Proses berpikir ilmiah dapat dilakukan melalui pola berpikir deduktif dan berpikir induktif.


DAFTAR PUSTAKA

Danial AR, Endang. 2001. Penulisan Karya Ilmiah: Salah Satu Pandunan untuk Mahasiswa dan Guru PPKN dalam Mengembangkan Profesi melalui Karya Tulis Ilmiah. Bandung: Ath-thoyyibiyah.

Darmoto & Ani M..Hasan. 2002. Menyelesaikan Skripsi dalam Satu Semester.Jakarta: Grasindo.

Djuroto, Totok dan Bambang Suprijadi. 2003. Menulis Artikel & Karya Ilmiah. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Sudjana, Nana. 2001. Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah: Makalah-Skripsi-Tesis-Disertasi. Jakarta: Sinar Baru Algesindo.



Sumber : Jurnal Internasional Prof. Dr. H. Endang Komara, M.Si

SERTIFIKASI, PROFESIONALISME GURU

Oleh: Prof. Dr. H. Endang Komara, M.Si.


Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) disahkan pada Desember 2005, sertifikasi menjadi istilah yang sangat populer dan menjadi topik pembicaraan yang hangat pada setiap pertemuan, baik di kalangan akademisi, guru maupun masyarakat. Dengan diberlakukan UUGD minimal memiliki tiga fungsi. Pertama sebagai landasan yuridis bagi guru dari perbuatan semena-mena dari siswa, orang tua dan masyarakat. Kedua untuk meningkatkan profesionalisme guru. Ketiga untuk meningkatkan kesejahteraan guru. Baik yang berstatus sebagai pegawai negeri (PNS) ataupun non PNS.

UUGD seakan menjadi ‘angin surga’ bagi guru di seluruh wilayah Indonesia yang notabene termasuk kelompok yang masih perlu peningkatan dari sisi finansial dan penghargaan profesinya. Namun, persepsi seperti itu cenderung berpotensi menyesatkan arah perhelatan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan di negeri tercinta ini. Mengapa demikian? Sebab hal ikhwal yang terkait dengan sertifikasi dan upaya peningkatan kesejahteraan guru harus diletakkan dalam kerangka peningkatan mutu pendidikan, baik dari sisi proses (layanan) maupun hasil (luaran) pendidikan. Kerangka pikir dan landasan peningkatan mutu pendidikan sebagaimana termaktub dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP).

Guru sebagai agen pembelajaran di Indonesia diwajibkan memenuhi tiga persyaratan seperti dijelaskan oleh Muchlas Samani (2006:7), yaitu kualifikasi pendidikan minimum, kompetensi, dan sertifikasi pendidik. Ketiga persyaratan untuk menjadi guru sesuai dengan Pasal 1 butir (12) UUGD yang menyebutkan bahwa sertifikat pendidik merupakan bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional. Sementara itu, pada Pasal 11 ayat (1) juga disebutkan bahwa sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. Untuk itu, guru dapat memperoleh sertifikat pendidik jika telah memenuhi dua syarat, yaitu kualifikasi pendidikan minimum yang ditentukan (diploma-D4/sarjana S1) dan terbukti telah menguasai kompetensi tertentu. Untuk itu, sebenarnya syarat untuk menjadi guru bila dicermati lebih dalam hanya ada dua, yaitu kualifikasi akademik minimum (ijazah D4/S1) dan penguasaan kompetensi minimal sebagai guru yang dibuktikan dengan sertifikat pendidik adalah bukti formal dari pemenuhan dua syarat di atas, yaitu kualifikasi akademik minimum dan penguasaan kompetensi minimal sebagai guru.

Guru memiliki peran yang strategis dalam bidang pendidikan, bahkan sumberdaya pendidikan lain yang memadai seringkali kurang berarti apabila tidak disertai dengan kualitas guru yang memadai. Begitu juga yang terjadi sebaliknya, apabila guru berkualitas kurang ditunjang oleh sumberdaya pendukung yang lain yang memadai, juga dapat menyebabkan kurang optimal kinerjanya. Dengan kata lain, guru merupakan ujung tombak dalam upaya peningkatan kualitas layanan dan hasil pendidikan. Dalam berbagai kasus, kualitas sistem pendidikan secara keseluruhan berkaitan dengan kualitas guru (Beeby, 1969). Untuk itu, peningkatan kualitas pendidikan harus dilakukan melalui upaya peningkatan kualitas guru. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa kualitas guru di Indonesia masih tergolong relatif rendah. Hal ini antara lain disebabkan oleh tidak terpenuhinya kualitas pendidikan minimal. Data dari Direktorat Tenaga Kependidikan Dikdasmen Depdiknas pada tahun 2004 menunjukkan terdapat 991.243 (45,96%) guru SD, SMP dan SMA yang tidak memenuhi kualifikasi pendidikan minimal.

Sebagai gambaran rinci keadaan kualifikasi pendidikan minimal guru di Indonesia sebagai berikut: Guru TK yang tidak memenuhi kualifikasi pendidikan minimal sebesar 119.470 (78,1%) dengan sebagian besar 32.510 orang berijazah SLTA. Di tingkat SD, guru yang tidak memenuhi kualifikasi pendidikan minimal sebesar 391.507 (34%) yang meliputi sebanyak 378.740 orang berijazah SMA dan sebanyak 12.767 orang berijazah D1. Di tingkat SMP, jumlah guru yang tidak memenuhi kualifikasi pendidikan minimal sebesar 317.112 (71,2%) yang terdiri atas 130.753 orang berijazah D1 dan 82.788 orang berijazah D2. Begitu juga di tingkat SMA, terdapat 87.133 (46,6%) guru yang belum memiliki kualifikasi pendidikan minimal, yakni sebanyak 164 orang berijazah D1, 15.589 orang berijazah D2, dan 71.380 orang berijazah D3.

Gambaran jumlah guru yang tidak memenuhi kualifikasi pendidikan minimal tersebut akan semakin besar persentasenya bila dilihat dari persyaratan kualifikasi pendidikan minimal guru yang dituntut oleh PP No. 19/2005 tentang SNP. Di samping itu, pada Pasal 28 PP tersebut, juga mempersyaratkan seorang guru harus memenuhi kompetensi minimal sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan anak usia dini, dasar, dan menengah. Kompetensi sebagai agen pembelajaran ini meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.

Isi Pasal 1 butir (11) UUGD menyebutkan bahwa sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru dan dosen. Tentu saja dengan logika bahwa yang bersangkutan terbukti telah menguasai kedua hal yang dipersyaratkan di atas (kualifikasi pendidikan minimum dan penguasaan kompetensi guru). Untuk kualifikasi pendidikan minimum, buktinya dapat diperoleh melalui ijazah (D4/S1). Namun sertifikat pendidik sebagai bukti penguasaan kompetensi minimal sebagai guru harus dilakukan melalui suatu evaluasi yang cermat dan komprehensif dari aspek-aspek pembentuk sosok guru yang kompeten dan profesional. Tuntutan evaluasi yang cermat dan komprehensif ini berlandaskan pada isi Pasal 11 ayat (3) UUGD yang menyebutkan bahwa sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel. Jadi sertifikasi guru dari sisi proses akan berbentuk uji kompetensi yang cermat dan komprehensif. Jika seorang guru/calon guru dinyatakan lulus dalam uji kompetensi ini, maka dia berhak memperoleh sertifikat pendidik.

Sertifikasi guru bertujuan untuk menentukan tingkat kelayakan seorang guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran di sekolah dan sekaligus memberikan sertifikat pendidik bagi guru yang telah memenuhi persyaratan dan lulus uji sertifikasi. Adapun manfaat uji sertifikasi sebagai berikut. Pertama, melindungi profesi guru dari praktik layanan pendidikan yang tidak kompeten sehingga dapat merusak citra profesi guru itu sendiri. Keduai, melindungi masyarakat dari praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan profesional yang akan menghambat upaya peningkatan kualitas pendidikan dan penyiapan sumberdaya manusia di negeri ini. Ketiga, menjadi wahana penjamin mutu bagi LPTK yang bertugas mempersiapkan calon guru dan juga berfungsi sebagai kontrol mutu bagi pengguna layanan pendidikan. Keempat, menjaga lembaga penyelenggara pendidikan dari keinginan internal dan eksternal yang potensial dapat menyimpang dari ketentuan yang berlaku.

Bentuk uji kompetensi dalam pelaksanaan sertifikasi guru. Wacana yang berkembang dalam penyusunan Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) Guru, uji kompetensi tersebut terdiri atas dua bagian, yaitu: (1) ujian tertulis dan (2) ujian kinerja. Untuk melengkapi kedua jenis tersebut, peserta sertifikasi juga akan diminta untuk menyusun self appraisal dan portofolio.

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Untuk meyakinkan bahwa guru sebagai pekerjaan profesional maka syarat pokok pekerjaan profesional menurut Wina Sanjaya (2005:142-143): (1) pekerjaan profesional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara mendalam yang hanya mungkin didapatkan dari lembaga pendidikan yang sesuai, sehingga kinerjanya didasarkan kepada keilmuan yang dimilikinya yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah; (2) suatu profesi menekankan kepada suatu keahlian dalm bidang tertentu yang spesifik sesuai dengan jenis profesinya, sehingga antara profesi yang satu dengan yang lainnya dapat dipisahkan secara tegas; (3) tingkat kemampuan dan keahlian suatu profesi didasarkan kepada latar belakang pendidikan yang dialaminya yang diakui oleh masyarakat, sehingga semakin tinggi latar belakang pendidikan akademik sesuai dengan profesinya, semakin tinggi pula tingkat keahliannya dengan demikian semakin tinggi pula tingkat penghargaan yang diterimanya; (4) suatu profesi selain dibutuhkan oleh masyarakat juga memiliki dampak terhadap sosial kemasyarakatan, sehingga masyarakat memiliki kepekaan yang sangat tinggi terhadap efek yang ditimbulkan dari pekerjaan profesinya. Sebagai suatu profesi, kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru, yaitu kompetensi pribadi, kompetensi profesional dan kompetensi sosial kemasyarakatan.

Melalui sertifikasi diharapkan dapat dipilah mana guru yang profesional mana yang tidak sehingga yang berhak menerima tunjangan profesi adalah guru profesional yang bercirikan berilmu pengetahuan, berlaku adil, berwibawa dan menguasai bidang yang ditekuninya. Semoga.


REFERENSI

Direktorat P2TK dan KPT, Ditjen Dikti, Depdiknas R.I. 2004. Standar Kompetensi Guru Pemula PGSMK. Jakarta.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Samani, Muchlas, dkk. 2006. Mengenai Sertifikasi Guru di Indonesia. Surabaya: SIC.

Sanjaya, Wina. 2005. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Prenada Media.

Tim Sertifikasi Guru dan Lulusan. 2006. Bahan Sosialisasi Sertifikasi Guru. Jakarta: Direktorat Ketenagaan, Ditjen Pendidikan Tinggi


Sumber : Jurnal Internasional Prof. Dr. H. Endang Komara, M.Si